Sabtu, 26 Maret 2011

Sesi Curhat #3

Kalau diukur dengan mental status examination, isi pembicaraan saya mungkin dianggap melompat-lompat dan tidak sinkron. Tapi ini kan tulisan, bukan ngomong. Jadi sebenernya enggak peduli sih saya mau tulis apa di sini. Masa bodo.
I dont care.
Hmmm, sudah berapa hari ya, seminggu lebih mungkin. Terganggukah saya? Tidak ternyata. Ternyata tidak sesulit itu. Tapi kalau kamu memulainya lagi, mungkin lebih susah bagi saya untuk menghindar.
Berkali-kali saya mencoba untuk menahan diri, mencoba ikut-ikutan angkuh, tapi saya selalu kalah. Saya yang lelah jadinya.
Kalau kata Lenka: "I wont let him win but Im a sucker for his charm".
Kamu enggak tahu sih, bagaimana bisa tahu kalau saya sendiri juga nggak tahu. Berulang kali menyesal dan bilang "yaaah" tapi enggak berguna juga. Menyesal itu remorse, itu emosi kompleks campuran dari emosi dasar sadness dan disgust, kata Plutchik.
Saya sudah berjanji ke diri saya, dan bahkan janji itu saya langgar sendiri. Seharusnya saya menyiapkan punishment tiap kali melanggar, supaya saya jera.
Itu teori, saudara-saudara.
Lalu apa lagi, saya nggak tahu betapa saat ini dan saat itu bisa begitu berbeda.
Mengenang, lalu saya jadi sentimen, hei ini tidak mudah.
Entah kapan saya tidak lagi jadi parasit, saya mau hubungan kita simbiosis mutualisme, bukan parasitisme begini. Maaf.
Berbeda ya, saat saya mengangguk setuju, kamu menggeleng, saat saya berpendapat begini, kamu bilang sebaliknya. Ya sudahlah, memang jauh sekali ya isi pikiran kita. Kamu rasional, saya di luar batas. Bagaimana bisa kita bicara tenang-tenang.
Tapi inkonsistensi terjadi sungguhan, sebenarnya saya jengkel, tapi entah kenapa saya senyum-senyum terus, dasar kamu penyihir.

Sesi Curhat #2

Di kamar saya sekarang ada kalender, sudah bulan ketiga tapi baru pasang kalender. Enggak apa juga, toh masih ada sembilan bulan lagi.
Tiap lihat kalender, saya jadi kangen rumah, karena di rumah banyak kalender dan bapak saya suka melingkari tanggal dan membuat catatan di situ. Saya kasih tahu ya, tulisan bapak saya susah banget dibaca, jadi catetan itu hanya beliau yang tahu. Kayaknya kalo nulis diary juga nggak ketauan, hehe.
Jadi ingat dulu saya sering diminta koreksi jawaban ulangan murid-murid bapak, terus kalo ada surat pasti ibu yang nulis, karena tulisan ibu bagus. Saya suka diminta membantu koreksi, tapi kalo kebanyakan capek juga, berlembar-lembar loh, satu kelas empat puluh anak, terus setidaknya ada empat kelas. Waktu saya masuk SMA tempat bapak ngajar, terus kenal senior, saya sekilas ingat, oh ini mas yang pinter, oh ini mbak yang nilainya segini, atau oh ini toh mas yang tulisannya bagus. Cuma tahu nama, enggak kenal muka, haha.
Tahun di kalender saya 2011, ya iyalah karena sekarang emang tahun segitu. Tapi saya pernah masuk ke rumah yang di dindingnya ada kalender tahun 1999-2010 yang masih dipasang. Keren sekali. Berarti sejak saya umur sembilan sampai sekarang dua puluh. Kalendernya masih aja dipasang, semuanya menunjukkan bulan desember, gambarnya mbak-mbak cantik, kebanyakan kalender gratisan dari toko emas.
Bapak saya juga masih menyimpan rekening listrik dari pertama kali punya rumah sampai sekarang. Kemarin dulu waktu saya minta dikirimin rekening listrik dan telepon buat persyaratan beasiswa, bahkan bapak nanya mau dikirim yang dari taun berapa, sementara saya cuma butuh tiga bulan terakhir. Ah, ada ada aja ya bapak saya. Terus bapak juga rajin menyimpan arsip, kami punya satu folder masing-masing, punya bapak, punya ibu, punya saya, punya beti, punya obi, dan punya dona. Saya sebut semuanya karena kangen. Di folder itu ada akte, ijazah, piagam, nilai rapot dari kelas satu SD, bahkan potongan kalender bulan kelahiran saya, kuitansi rumah sakit, dan sebagainya. Tring tring tring.
Kalau ibu saya suka mengantisipasi. Saya kemarin minta dikirimi slip gaji bapak-ibu dan kartu keluarga, butuhnya cuma selembar sebetulnya. Tapi ibu kirim masing-masing lebih dari tiga rangkap, buat cadangan, begitu.
Terus tiap saya mau balik ke depok, pasti dibawain macem-macem. Padahal saya udah bilang enggak usah. Tapi tetap aja, kata beliau sedikit, tau-tau kok sekardus, kalau-kalau ada teman yang main, kan ada cemilan begitu kata beliau.
Lalu tiap ada tugas prakarya dari sekolah, ibu yang ribut siap-siap. Soalnya saya suka lupa, kalau nggak jauh-jauh hari ngomongnya, bisa-bisa diomelin ibu. Setiap malam selalu diminta beresin tas buat besok paginya. Dulu saya nggak habis pikir, maksudnya kan bisa besok pagi aja sebelum berangkat sekolah. Tapi kata ibu, takut ada tugas yang belum dikerjain atau takut besok bangun kesiangan, atau apa lagi yang lain. Saya orangnya males sih, jadi kadang saya enggak beresin tas, dan betul, paginya saya kelabakan. Sekarang saya yang ribut ke obi dan dona kalau lagi di rumah, minta beres-beres tas mereka malamnya. Like mother, like daughter.

Kelar ujian ini saya kepengen pulang, kangen juga ketemu si Mio, udah gede belum ya. Tapi saya baru selesai ujian hari Kamis lalu Seninnya kuliah kayak biasa, pulang enggak pulang enggak pulang enggak pulang..

Sesi Curhat #1

Earth hour itu artinya jam bumi, atau bumi jam terserah kamu mau bilang apa.
Orang-orang diminta mematikan lampu dari jam setengah sembilan sampai jam setengah sepuluh. Tapi saya tidak, tetangga kostan juga tidak.
Malah mereka berisik banget pakai speaker dan banyak lampu karena ada turnamen futsal kalo gak salah.
Saya bukannya mau jahat sama bumi, kalau saya matiin lampu nanti saya ngantuk terus ketiduran terus enggak belajar. Saya matikan lampu saat keluar makan tadi, dan selama tidur sampai pagi dan siang juga saya matikan lampu. Saya enggak jahat kan ya?

Saya dari tadi baca tapi enggak masuk-masuk materinya. Besok senin itu metode pengukuran bakat dan inteligensi.
Kepala saya lagi cenat-cenut, sampai waktu saya tutupin kepala pakai bantal terdengar bunyi "nyut-nyut" begitu.
Saya obrak-abrik laci dan nemu obat sakit kepala, mau minum tapi takut nanti ngantuk. Lagi-lagi belajar. Gimana ya caranya biar cepat hafal?
Enggak ngerti ini.

Seharian cuma di kamar, kapan lagi bisa santai begini. Kayak orang sakit tapinya ya.
Saya bahkan enggak punya kartu PKM, ke rumah sakit di dekat kostan cuma jengukin teman. Kalau sakit cuma cenat-cenut sebentar (semoga). Saya anak sehat, haha.

Orang di luar berisik sekali ya, bolak-balik, mondar-mandir. Apalagi di jalan raya di depan, pasti macet karena malam minggu.
Terus asapnya kemana-mana, kasian ya atmosfernya. Kayaknya lebih cenat-cenut lagi.

Ngomong-ngomong tentang cenat-cenut, saya jadi ingat smash, jumat kemarin penasaran nonton sinetron mereka sama temen-temen terus bukannya memahami cerita, malah ketawa-ketawa karena konyol, hahaha begitu.
Terus juga saya enggak suka banget sama iklan kartu as yang snow white, soalnya pake bawa-bawa mba kuntinya xl.
Kenapa sih kartu as sensi banget sama xl semenjak sule jadi bintang iklannya? Emangnya xl salah apa yak?
Kemaren baim dibawa-bawa, sebelumnya sule ngomong "udah kapok diboongin anak kecil", terus sekarang mba kuntinya dibawa-bawa. Enggak jelas.
Saya jadi agak enggak suka sama xl dan sule, kasian ya mereka kehilangan satu penggemar.

Moodswing, kayaknya begitu, apa mungkin karena saya lagi pusing ya.
Saya pengen main kemana gitu tapi kan saya lagi ujian.
Kata orang tua sih kalo kebanyakan ketawa nanti pasti nangis. Saya enggak mau ketawa-ketawa pas main terus nangis pas ujian. Tapi capek juga, saya jadi pingin joget-joget.
Pusing pusing pusing. Hiks.